Perlindungan Tenaga Kerja. Sudahkah Anda Mendapatkannya?

Dari 517 perusahaan di Bantul, tercatat baru 4 perusahaan memiliki Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Padahal, jika merujuk pada sistem perundangan, keberadaannya diwajibkan di setiap perusahaan.

Setidaknya, ada 4 dasar hukum yang mengarah pada kwajiban perusahaan membentuk SMK3, yakni Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, UU No. 21 tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention No. 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce, UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, serta Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen K3.


Dalam UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja misalnya, diatur mengenai Ruang Lingkup Pelaksanaan, Syarat Keselamatan Kerja, Pengawasan, Pembinaan, Panitia Pembina K-3, Tentang Kecelakaan, Kewajiban dan Hak Tenaga Kerja, Kewajiban Memasuki Tempat Kerja, Kewajiban Pengurus dan Ketentuan Penutup (Ancaman Pidana).

Sementara, pada UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pada pasal 86 jelas dikatakan bahwa Setiap Pekerja/ Buruh mempunyai Hak untuk memperoleh perlindungan atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Lalu di pasal 87 dinyatakan, Setiap Perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi dengan Sistem Manajemen Perusahaan.

Hal itu diperkuat dengan Permen Naker RI No. Per-05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen K3.  Sementara, peraturan terbaru muncul dalam bentuk PP No 50 tahun 2012 tentang Penerapan SMK3.

Ketua Asosiasi Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (A2K3) Bantul, Suseno Adhy mengatakan tujuan K3 adalah melindungi karyawan dan orang lain di tempat kerja. Dengan demikian, ada jaminan bahwa setiap sumber produksi dapat dipakai secara aman, efisien serta proses produksi berjalan dengan lancar.

Terlebih, angka kecelakaan kerja yang terhitung tinggi harus ditekan. Dan itu merupakan kwajiban pemerintah dan perusahaan perlu mengupayakan penanggulangan secara intensif.

"Saat ini masih banyak perusahaan yang kurang sadar terhadap pentingnya K3," ucapnya.

Selain rendahnya kesadaran perusahaan (pekerja masih dianggap sebagai mesin bukan mitra kerja), belum terbentuknya SMK3 di perusahaan juga dikarenakan banyak perusahaan yang kesulitan memenuhi persyaratan. Diantaranya, perusahaan harus memiliki ahli K3 dan sertifikat ISO.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Bantul, Didik Warsito mengakui, dari 517 perusahaan di Bantul baru 4 yang memiliki SMK3. Meski demikian, dalam beberapa tahun terakhir pihaknya terus melakukan pelatihan untuk membentuk ahli K3 bagi managemen dan pekerja perusahan.

"Untuk SMK3 memang baru 4 perusahaan yang dapat memenuhi. Tapi, sudah 56 persen perusahaan di Bantul yang memiliki ahli dan panitia K3. Padahal di 2009 baru 28 persen," katanya.

Kedepan, Disnakertrans dengan mengandalkan dana APBD akan terus melakukan pelatihan untuk ahli K3. Bahkan, pada awal tahun lalu, selama sebulan penuh Pemkab Bantul mengadakan acara khusus K3 dengan agenda pelatihan, sarasehan, pengawasan hingga sosialisasi. (qin)


sumber: Bernas Jogja

Comments