Fakir Miskin Jadi Anak Tiri di Sekolah
Pendidikan merupakan sebuah sarana bagi manusia untuk mengembangkan karakter, disiplin dan pengetehuan. atau dalam istilah mudah kita bisa mengatakan pendidikan sebagai cara membentuk seseorang menjadi manusia sebenarnya. Seorang filsuf legendaris "plato" menyatakan bahwa manusia adalah binatang yang berfikir.
Ya, pendidikan memang berfungsi untuk memunculkan kesadaran berfikir manusia. lalu dalam terminologi saat ini kita mengenal pendidikan formal dan non-formal. pendidikan non-formal seolah memang tak perlu dibahas. selain karena bukan urusan negara, juga sudah dicercap setiap orang yang lahir di sebuah lingkungan sosial. Sementara pendidikan formal, beginilah nasib mereka yang di anak tirikan karenaketerbatasan ekonominya. tulisan saya yang telah diterbitkan beberapa waktu lalu: BANTUL -- Sebanyak 67 siswa di Bantul harus rela ijazahnya ditahan pihak sekolah karena tak mampu membayar biaya pendidikan. Ironisnya, Dinas terkait, yakni Dinas Pendidikan Menengah dan Non-formal (Dikmenof) Bantul baru mengetahui hal itu dari Dinas Sosial saat digelar Workshop Prakarsa Raperda Tentang Penanggulangan Kemiskinan, Kamis (21/2) kemarin. "Dari data terakhir kami, ada 67 ijazah yang ditahan pihak sekolah. Terdiri dari 1 siswa taman kanak-kanak (TK), 1 siswa Sekolah Dasar (SD), 24 siswa SMP/sederajat, serta 41 siswa SMA/ sederajat," ujar Mahmudi di ruang rapat Paripurna DPRD Bantul. Menurut Mahmudi, munculnya kasus ini disebabkan adanya pengalihan wewenang pemberian bantuan kepada penduduk miskin yang semula diampu keseluruhan oleh Dinsos, dialihkan ke dinas masing-masing. Permasalahan bertambah ketika ternyata data penduduk miskin yang dimiliki Dinsos benrbeda dengan yang dimiliki Dikmenof maupun Dikdas. "Dulu bantuan untuk warga fakir (PKH) disalurkan oleh Dinsos. Sekarang kewenangannya dialihkan. Sementara masyarakat tidak mengatahui hal itu," ujarnya. Ditemui usai Workshop, Kepala Dikmenof Bantul Masharun mengaku baru mengetahui hal tersebut saat Kepala Dinsos menyampaikannya dalam forum workshop. Meski demikian, pihaknya berjanji akan segera menyelesaikan masalah ini dengan memberikan bantuan bagi siswa bersangkutan. "Ya. Akan segera kami selesaikan," katanya. Lebih lanjut Masharun dengan tegas mengatakan bahwa dari segi regulasi, penahanan ijazah oleh pihak sekolah sangat dilarang. Namun diakuinya, ada regulasi lain yang memungkinkan hal itu terjadi. Ada regulasi yang menyatakan, biaya pendidikan menjadi tanggungjawab Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Masyarakat. Poin terakhir ini yang oleh Masharun dijadikan pihak sekolah sebagai pembenaran atas tidakannya. "Kalau di sekolah negeri, saya jamin hal itu tidak akan terjadi. Tapi kalau di sekolah swasta mungkin saja. Sebab, manajemen sekolah swasta hanya bisa berjalan jika ada kontribusi pembiayaan dari anak didiknya," ucapnya. Masharun berharap, permasalahan ini tidak lagi terulang. Terlebih, Bupati Bantul telah menegaskan bahwa tidak boleh ada penahanan ijazah oleh pihak sekolah. "Ada beasiswa dan subsidi silang yang bisa dijadikan sebagai solusi dari permasalahan ini. Jadi kepala sekolah harusnya membicarakan hal ini ke dinas," ujarnya. (qin)
Ya, pendidikan memang berfungsi untuk memunculkan kesadaran berfikir manusia. lalu dalam terminologi saat ini kita mengenal pendidikan formal dan non-formal. pendidikan non-formal seolah memang tak perlu dibahas. selain karena bukan urusan negara, juga sudah dicercap setiap orang yang lahir di sebuah lingkungan sosial. Sementara pendidikan formal, beginilah nasib mereka yang di anak tirikan karenaketerbatasan ekonominya. tulisan saya yang telah diterbitkan beberapa waktu lalu: BANTUL -- Sebanyak 67 siswa di Bantul harus rela ijazahnya ditahan pihak sekolah karena tak mampu membayar biaya pendidikan. Ironisnya, Dinas terkait, yakni Dinas Pendidikan Menengah dan Non-formal (Dikmenof) Bantul baru mengetahui hal itu dari Dinas Sosial saat digelar Workshop Prakarsa Raperda Tentang Penanggulangan Kemiskinan, Kamis (21/2) kemarin. "Dari data terakhir kami, ada 67 ijazah yang ditahan pihak sekolah. Terdiri dari 1 siswa taman kanak-kanak (TK), 1 siswa Sekolah Dasar (SD), 24 siswa SMP/sederajat, serta 41 siswa SMA/ sederajat," ujar Mahmudi di ruang rapat Paripurna DPRD Bantul. Menurut Mahmudi, munculnya kasus ini disebabkan adanya pengalihan wewenang pemberian bantuan kepada penduduk miskin yang semula diampu keseluruhan oleh Dinsos, dialihkan ke dinas masing-masing. Permasalahan bertambah ketika ternyata data penduduk miskin yang dimiliki Dinsos benrbeda dengan yang dimiliki Dikmenof maupun Dikdas. "Dulu bantuan untuk warga fakir (PKH) disalurkan oleh Dinsos. Sekarang kewenangannya dialihkan. Sementara masyarakat tidak mengatahui hal itu," ujarnya. Ditemui usai Workshop, Kepala Dikmenof Bantul Masharun mengaku baru mengetahui hal tersebut saat Kepala Dinsos menyampaikannya dalam forum workshop. Meski demikian, pihaknya berjanji akan segera menyelesaikan masalah ini dengan memberikan bantuan bagi siswa bersangkutan. "Ya. Akan segera kami selesaikan," katanya. Lebih lanjut Masharun dengan tegas mengatakan bahwa dari segi regulasi, penahanan ijazah oleh pihak sekolah sangat dilarang. Namun diakuinya, ada regulasi lain yang memungkinkan hal itu terjadi. Ada regulasi yang menyatakan, biaya pendidikan menjadi tanggungjawab Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Masyarakat. Poin terakhir ini yang oleh Masharun dijadikan pihak sekolah sebagai pembenaran atas tidakannya. "Kalau di sekolah negeri, saya jamin hal itu tidak akan terjadi. Tapi kalau di sekolah swasta mungkin saja. Sebab, manajemen sekolah swasta hanya bisa berjalan jika ada kontribusi pembiayaan dari anak didiknya," ucapnya. Masharun berharap, permasalahan ini tidak lagi terulang. Terlebih, Bupati Bantul telah menegaskan bahwa tidak boleh ada penahanan ijazah oleh pihak sekolah. "Ada beasiswa dan subsidi silang yang bisa dijadikan sebagai solusi dari permasalahan ini. Jadi kepala sekolah harusnya membicarakan hal ini ke dinas," ujarnya. (qin)
Comments
Post a Comment